Perbedaan Cara Waqaf di Akhir Ayat
Pembahasan terkait salah satu cabang dari Ilmu Tajwid yaitu Waqaf Ibtida
(al-Waqf wa al-Ibtida') kadang kala tidak mendapat perhatian lebih di kalangan
pembaca. Pembahasannya yang dimulai dari pembagian waqaf hingga tanda-tandanya
padahal juga terdapat berbagai pendapat. Termasuk cara waqaf di akhir ayat.
Perbedaan dari cara waqaf di akhir ayat juga berimplikasi pada perbedaan sikap
terkait penandaannya. Hal ini terlihat jelas seperti halnya yang biasa
ditemukan ketika melihat antara Mushaf Standar Indonesia dan Mushaf Madinah.
Mushaf Standar Indonesia memberikan tanda waqaf di beberapa akhir ayatnya.
Sedangkan Mushaf Madinah sama sekali tidak memberikan tanda waqaf di setiap
akhir ayatnya. Hal ini terjadi karena perbedaan cara waqaf di akhir ayat.
Lalu apa saja perbedaan cara waqaf di akhir ayat? Bagaimana praktik yang biasa
dilakukan ulama ketika waqaf di akhir ayat? Setidaknya ada tiga pendapat atau
cara yang dilakukan terkait berhenti tidaknya di akhir ayat.
Cara Pertama
Cara pertama adalah berhenti di keseluruhan akhir ayat, meskipun ayatnya
pendek-pendek. Cara ini dilakukan oleh beberapa Imam Qiraat yaitu Abu Amr, Ibn
Katsir, dan Ya'qub. Mereka lebih memilih waqaf atau berhenti di setiap akhir
ayat.
Cara ini dilakukan juga walaupun membaca surat-surat pendek. Namun cara
berhentinya tidak dengan jeda yang lama (agak cepat) dan terkesan seperti
washal. Contoh surat-surat pendek diantaranya adalah surat al-Kautsar.
اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَ
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ
Cara Kedua
Cara kedua adalah tidak berhenti di akhir ayat yang masih memiliki hubungan
dengan ayat berikutnya, baik dari segi susunan kalimat atau maknanya. Cara ini
dilakukan oleh beberapa Imam Qiraat yaitu Nafi' dan Abu Ja'far. Misalnya QS
Al-Humazah ayat 6 dengan ayat 7.
نَارُ اللّٰهِ الْمُوْقَدَةُۙ
الَّتِيْ تَطَّلِعُ عَلَى الْاَفْـِٕدَةِۗ
Cara Ketiga
Cara ketiga adalah berhenti di setiap akhir ayat yang sempurna dan tidak
memiliki hubungan. Tetapi untuk ayat yang masih memiliki hubungan maka
boleh berhenti kemudian mengulanginya dan menyambung dengan ayat berikutnya.
Cara ketiga ini merupakan gabungan dari cara pertama dan kedua. Yakni
mengamalkan riwayat tentang cara membaca Nabi yang berhenti di setiap akhir
ayat dan menjaga prinsip berhenti harus pada kata yang sempurna.
-----------------------------
Berbicara ayat yang tidak sempurna atau masih memiliki hubungan dengan ayat
sesudahnya, contoh yang biasa digunakan adalah surat Al-Ma'un ayat 4. Dari
segi makna, terlihat tidak sempurna karena seolah-olah mencela orang yang
shalat.
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَۙ
Lalu bagaimana caranya? Dalam kitab al-Mufid fi Ilm at-Tajwid dijelaskan bahwa
ada tiga pendapat terkait cara waqaf di ayat tersebut. Pertama, tidak boleh
waqaf di akhir ayat tersebut kecuali darurat karena melihat kesempurnaan
kalimat.
Kedua, boleh berhenti di akhir ayat tersebut dengan syarat tidak
qatha' (memutus bacaan). Maksudnya, setelah membaca ayat itu dan
berhenti, melanjutkan ayat berikutnya. Ketiga, boleh berhenti tapi tidak boleh
melanjutkan ayat berikutnya, tetapi washal atau menggabungkannya.