27 September 2024

Arti dan Pengaruh Ilmu Waqaf Ibtida'

Istilah Waqaf dan Ibtida' sudah tidak asing bagi para pengkaji ilmu Tajwid. Istilah ini bahkan menjadi perhatian dan suatu ilmu tersendiri yang menarik untuk diulas. Biasanya, ilmu Waqaf dan Ibtida' ini hanya terbatas pada tanda-tanda waqaf saja.

Artikel ini membahas definisi atau pengertian dari ilmu waqaf dan ibtida serta cakupannya. Artikel ini hanya pengantar sebelum masuk ke pembahasan-pembahasan terperinci terkait waqaf ibtida'. Untuk membaca artikel lain tentang waqaf ibtida, silakan KLIK DI SINI.

Sebagaimana dibahas di atas, pelajaran tentang waqaf ibtida hanya sebatas pada pengajaran tanda waqaf. Hal ini terjadi karena tanda-tanda waqaf lebih sederhana dan mudah untuk dipelajari. Berbeda dengan penjelasan waqaf ibtida di buku referensi yang cukup panjang dan sulit dipahami.

Di artikel ini, para pembaca akan belajar dasar-dasar dimulai dari pengertian dasar terkait waqaf dan Ibtida, serta implikasi atau dampak yang ditimbulkan terkait waqaf dan Ibtida sehingga pembaca memahami bahwa ilmu ini penting untuk dipelajari.

Arti Waqaf dan Pengaruhnya dalam Makna

Secara bahasa, Waqaf artinya berhenti. Secara istilah, Waqaf adalah tata cara untuk berhenti membaca al-Quran dengan tujuan mengambil nafas, disertai niat melanjutkan bacaan. Pengertian ini untuk membedakan dengan Saktah (tanpa nafas) dan Qatha' (tidak melanjutkan bacaan).

Waqaf kemudian terbagi menjadi beberapa macam jika ditinjau dari beberapa segi. Misalnya jika dilihat dari keadaan dan kondisi pembaca, waqaf terbagi menjadi empat yaitu waqaf idhtirari (darurat), waqaf ikhtiyari (pilihan), waqaf ikhtibari (ujian), dan waqaf intizhari (menunggu).

Berbeda jika ditinjau dari segi kesempurnaan susunan kata dan makna. Maka waqaf terbagi menjadi 4 yaitu waqaf tam (sempurna), waqaf hasan (baik), waqaf kafi (cukup), dan waqaf qabih (buruk). Ada juga yang menambahkan satu lagi berupa waqaf aqbah qabih (lebih buruk).

Pembagian-pembagian waqaf yang cukup banyak di atas, kemudian disederhanakan menjadi tanda-tanda waqaf yang jumlahnya sekitar belasan. Lalu tanda waqaf disederhanakan lagi sehingga berkurang tanda waqaf hanya sekitar 5-6 tanda saja.

Tanda-tanda waqaf yang ada bukan sekedar tempel atau asal meletakkan tanda, melainkan para Ulama telah berijtihad dan mengikuti hadis-hadis atau asar yang menjelaskan bagaimana Nabi dan para sahabat melakukan waqaf saat membaca al-Quran.

Semua itu merupakan upaya ekstra yang dilakukan para Ulama agar umat Islam tidak terjerumus ke dalam kesalahan atau lahn serta dapat membaca al-Quran sesuai dengan yang dipraktikkan Nabi melalui jalur sanad yang mutawatir.

Selain membahas tanda-tanda waqaf serta pembagian waqaf, ilmu Waqaf juga meliputi cara membaca waqaf. Misalnya jika kata yang diwaqaf itu diakhiri dengan fathah maka cara membacanya diubah menjadi sukun. Jika diakhiri fathah tanwin maka menjadi fathah panjang, dan seterusnya.

Lalu bagaimana pengaruh Waqaf dalam membaca al-Quran? Pemilihan waqaf memiliki pengaruh terkait pemahaman makna. Oleh karena itu, para Ulama secara hati-hati menempatkan tanda waqaf agar makna al-Quran yang dibaca dapat terjaga.

Pun begitu saat tidak ada tanda waqaf, lalu kita ingin berhenti maka tidak boleh asal-asalan dalam memilih tempat berhenti. Berbeda jika terpaksa karena kehabisan nafas atau tiba-tiba batuk. Apa pun yang terjadi, tetap mempelajari ilmu waqaf merupakan hal yang penting.

Untuk memudahkan dalam memahami pentingnya memilih tempat berhenti. Mari kita ambil satu ayat dan melihat perbandingannya antara memilih berhenti yang tepat dan tidak. Perhatikan QS An-Nisa ayat 43 di bawah ini.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَقْرَبُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنتُمْ سُكَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا۟ مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِى سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا۟ ۚ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ ٱلْغَآئِطِ أَوْ لَٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا۟ مَآءً فَتَيَمَّمُوا۟ صَعِيدًا طَيِّبًا فَٱمْسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا

Dapat dilihat bahwa ayat di atas cukup panjang jarak antar tanda waqaf. Tanda waqaf pertama ada di kata "taghtasilu." Misalnya kita memiliki nafas yang pendek dan tidak memungkinkan membaca hingga tanda waqaf, lalu kita membaca dan memilih berhenti seperti di bawah ini

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَقْرَبُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ

Berhenti pada kata "shalat" merupakan waqaf yang kurang tepat. Mengapa? Karena jika berhenti pada kata "shalat" maka pemahaman maknanya kurang sesuai. Artinya adalah "Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian shalat."

Sebaiknya jika memilih untuk waqaf atau berhenti, maka berhenti pada kata "sukara" karena maknanya dapat dipahami dan lebih sesuai, sehingga maknanya adalah "Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk." Sebagaimana di bawah ini

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَقْرَبُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنتُمْ سُكَٰرَىٰ

Arti Ibtida' dan Pengaruhnya dalam Makna

Secara bahasa, Ibtida artinya memulai. Secara istilah, Ibtida' adalah tata cara untuk memulai membaca al-Quran setelah berhenti, baik itu berhenti karena waqaf (mengambil nafas) atau mengawali membaca al-Quran.

Sebagaimana waqaf, Ibtida juga terbagi menjadi beberapa macam. Namun ia lebih ringkas. Jika dilihat dari kesempurnaan kata dan makna, Ibtida terbagi menjadi dua macam yaitu Ibtida hasan (baik) dan ibtida Qabih (buruk).

Lalu bagaimana pengaruh Ibtida dalam membaca al-Quran? Pemilihan Ibtida' memiliki pengaruh terkait pemahaman makna. Oleh karena itu, para Ulama secara hati-hati menempatkan tanda waqaf agar makna al-Quran yang dibaca dapat terjaga.

Untuk memudahkan dalam memahami pentingnya memilih tempat memulai bacaan. Mari kita ambil satu ayat dan melihat perbandingannya antara memilih memulai yang tepat dan tidak. Perhatikan QS Ali Imran ayat 181 di bawah ini.

لَّقَدْ سَمِعَ ٱللَّهُ قَوْلَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّ ٱللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَآءُ ۘ سَنَكْتُبُ مَا قَالُوا۟ وَقَتْلَهُمُ ٱلْأَنۢبِيَآءَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَنَقُولُ ذُوقُوا۟ عَذَابَ ٱلْحَرِيقِ

Misalnya karena kita memiliki nafas yang pendek lalu kita memilih berhenti di kata "faqir". Lalu untuk memulai bacaan kembali, kita mengulang dari kata "inna" dan menghabiskan sisanya hingga tanda waqaf seperti di bawah ini:

إِنَّ ٱللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَآءُ

Memulai pada kata "inna" merupakan ibtida' yang kurang tepat. Mengapa? Karena jika memulai membaca pada kata "inna" maka pemahaman maknanya kurang sesuai. Artinya adalah "Sesungguhnya Allah itu miskin dan kami itu kaya."

Sebaiknya jika memilih untuk mulai atau ibtida, maka memulai pada kata "qalu" karena maknanya dapat dipahami dan lebih sesuai, sehingga maknanya adalah "Mereka mengatakan bahwa sesungguhnya Allah itu miskin dan kami itu kaya." Sebagaimana di bawah in

قَالُوٓا۟ إِنَّ ٱللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَآءُ

Demikian artikel berjudul "Pengertian Ilmu Waqaf dan Ibtida'". Untuk mengakses seluruh tema yang ada di situs ini, silakan KLIK DI SINI. Jika Anda ingin memberikan pertanyaan atau saran, silakan tulis di kolom komentar. Semoga bermanfaat. Wallahu a'lam..

Comments

KOMENTARMU ADALAH DOAMU!
-
-
NB : Admin tdk dpt balas komentar karna error. Silahkan chat via ikon FB Messenger di pojok kanan bawah atau email ke yatlunahuhaq[at]gmail[dot]com untuk fast respon
EmoticonEmoticon